GAGAL JADI CLEANING SERVICE MALAH JADI ORANG KAYA Seorang
pemuda tamatan SMA melamar pekerjaan menjadi cleaning cervices di perusahaan
paling kesohor di negaranya. Setelah tes dan wawancara, sang pemuda tadi diberi
tahu oleh manager SDM perusahaan tersebut bahwa ia dinyatakan lulus. Manager
SDM berkata kepadanya : Terkait dengan kapan Anda mulai bekerja dan apa saja
yang akan menjadi kewajiban Anda, nanti akan diinformasikan langsung via email.
Mendengar
kata “email” itu, sang pemuda tadi berkata dengan santai : Saya gak punya
komputer dan gak punya email pak… Lalu, sang manager SDM kaget sambil berkata :
Hari gini Anda gak punya email? Yang gak punya email berarti ia mati dan orang
mati tidak berhak bekerja. Kalau begitu, Anda dinyatakan gagal. Mendengar
ucapan tersebut pemuda yang tadinya terlihat gesit dan semangat itu, tiba-tiba
lemas dan terlihat amat kesal bercampur kecewa. Mukanya jadi lesu dan
pandangannya jadi ngambang.
Tak
lama kemudian, ia pulang sambil menelan kepedihan dalam hati yang tak
terhingga. Pupus sudah impian dan cita-citanya untuk bekerja di perusahaan
besar itu, hanya gara-gara tidak memiliki saluran komunikasi maya yang bernama
“email”.
Dalam
perjalanan pulang menuju rumah, sang pemuda itu berfikir dan merenung
dalam-dalam apa kira-kira pekerjaan yang mungkin lagi ia lamar. Bekal hidup
semakin hari semakin menipis dan bahkan uang yang dimilikinya tak lebih dari
100 ribu rupiah. Ia mulai menimbang dan berkalkulasi. Dalam hatinya berkata :
Kalau uang tersebut dijadikan biaya transportasi melamar pekerjaan dan untuk
keperluan makanan, paling hanya cukup untuk tiga hari. Tiga hari itu tentulah
tidak cukup waktu untuk melamar dan menunggu hasil tesnya. Itupun kalau lulus.
Kalau tidak? Yang terjadi adalah, bekal habis, pekerjaanpun tidak dapat.
Setelah
berfikir panjang dan merenung dalam-dalam, terbetik dalam hati kecil sang
pemuda itu untuk merubah haluan pikirannya, yakni dari mencari kerja menjadi
pedagang. Trauma ditolak menjadi kariawan hanya gara-gara tidak punya email,
membuat pemuda tersebut semakin kuat dorongannya untuk mencoba berdagang. Bukan
hanya banting ster pemikiran, arah jalanpun ia putar dari menuju rumah menjadi
menuju pasar.
Setelah
keputusan itu diambilnya dengan mantap, ia turun dari kendraan umum yang
mengarah ke tempat tinggalnya dan naik kendraan umum lain yang menuju pasar
sayur-sayuran dan buah-buahan. Sesampaianya di pasar yang tergolong paling
crowded dan becek itu, ia berfikir lagi apa gerangan yang paling pas ia
dagangkan dengan modal 75 ribu rupiah sehingga sisanya yang 25 ribu rupiah lagi
bisa ia pakai dan manfaatkan untuk transportasi dan biaya makan paling tidak
untuk satu hari.
Sebelum
memutuskan membeli barang dagangannya, ia berkeliling ke semua pojok dan kios
perdagan buah-buahan dan sayur-sayuran yang ada di pasar itu. Tak kurang dua
jam lamanya ia berkeliling ke sana dan kemari. Dalam hatinya timbul pertanyaan:
pasar sebesar ini, masak brang-barangnya tidak terlalu banyak sehingga sulit
melakukan pilihan. Apalagi sayur-sayuran yang ada terlihat tidak terlalu segar.
Melihat
kondisi seperti itu ia memberanikan diri bertanya pada seorang pedagang yang
sedang duduk-duduk sambil menikmati secangkir kopi di kiosnya : Pak? Mau tanya,
ucap anak muda itu. Kalau mau cari buah-buahan atau sayur-sayuran yang segar di
sebelah mana ya? Bapak berumur setengah baya itu dengan gembira menjawabnya :
Begini dek.. sekarangkan sudah sore.
Buah-buahan
dan sayur-sayuran yang segar sudah habis sejak tadi siang. Kalau adik mau yang
segar dan baru, nanti malam sekitar jam 23.00 datang lagi. Para pedgang besar
dan supplier biasanya datang membawa barang dagangannya ke sini jam segitu.
Nanti kamu bisa pilih sepuasnya…
Mendengar
keterangan si bapak pemilik kios itu, anak muda itu menghadapi masalah pelik
baru, yakni antara menunggu atau pulang dulu ke rumah, nanti jam 23.00 malam
baru datang lagi. Menunggu bukanlah pekerjaan yang mudah. Pulang juga bukan
pilihan yang baik, karena akan memakan ongkos yang cukup lumayan dan sudah
pasti mengurangi modal yang ada. Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk menunggu
sampai jam 23.00 di mana suasana pasar akan berubah 180 derajat dari suasana
yang dilihatnya saat itu.
Sambil
menunggu waktu perdagangan malam tiba, ia menemukan ide yang cukup bagus, yakni
diskusi dengan si bapak pemilik kios tadi seputar hal ihwal perdagangan sayur
dan buah-buahan. Tujuannya tak lain, kursus kilat berdagang sayur-sayuran atau
buah-buahan. Pemilik kios tersebut dengan ramah dan senang hati menerima
tawaran anak muda itu.
Diskusipun
berjalan serius dan terkadang seram, khususnya saat bapak itu bercerita kondisi
sulit waktu menghadapi beberapa kali usahanya bangkrut sehinga ia dan
keluarganya jatuh miskin. Namun, kata bapak itu, adik jangan takut karena
bersama kesulitan, pasti ada kemudahan. Itu janji Allah, kata bapak tadi, dan
bapak merasakannya berkali-kali dalam kehidupan ini. Kesulitan artinya
mengundang kemudahan, lanjut bapak tadi. Diskusipun terjadi selama sekitar enam
jam, hanya disela shalat magrib dan isya.
Sekarang
jarum jam telah menunjukkan angka 23.00. Para pedagang besar muali berdatangan
dengan truk-truk yang penuh sesak buah-buahan dan sayur sayuran. Para kuli
bongkarpun dengan cekatan dan penuh semangat mengeluarkan barang-barang dari
dalam truk-truk besar itu.Tidak sampai dua jam, pasar yang tadinya kosong
menjadi tumpukan buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Mendadak saja pasar
menjadi sangat ramai oleh kehadiran para pedagang yang datang dari berbagai
penjuru kota untuk membeli keperluan dagangan mereka dan dijual kembali esok
harinya di warung mereka atau disuplai ke pelanggan-pelanggan mereka.
Tak
dirasa anak muda itupun larut dengan suasa yang sangat hidup itu. Rasa capek
dan ngantukpun hilang. Ia mulai melihat ke sana ke mari sambil memutuskan jenis
barang dagangan apa yang akan ia beli. Tiba-tiba matanya tertuju kepada
tumpukan tomat segar dan matang, bening dan berwarna kemerah-merahan yang
menumpuk di dalam satu kios yang terletak di blok yang berbeda dengan kios
seorang bapak yang menjadi trainer dan teman diskusinya saat menungu waktu
perdagangan tiba. Akhirnya anak muda itu memutuskan membeli satu boks tomat
matang dan segar itu. Ajaibnya, setelah ia tanya kepada sipedagang, harganya
pas sejumlah uang yang telah disiapkannya, yakni 75 ribu rupiah. Satu boks itu
berisi 25 kg tomat segar dan berkualitas baik.
Akhirnya
anak muda itu membeli satu boks tomat matang segar seharga 75 ribu rupiah. Iap
segera pulang sambil mencari omprengan menuju rumahnya. Ia sampai ke rumah pas
waktu azan subuh berkumandang. Rasa ngantuk ia lawan sekuat tenaganya. Setelah
mandi dan berwudhuk, ia putuskan untk tidak meninggalkan kebiasaannya shalat
subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya, kendati belum tidur sama sekali.
Setelah shalat jamaah selesai, seperti biasa, ia membaca dzikir yang
disunnahkan Rasul Saw. Setelah itu ia larut dalam doa’. Di antaranya :Yaa Allah! Engkau Maha Tahu dan hamba tidak tahu
sama sekali mana yang lebih baik buat dunia hamba, agama dan akhirat hamba.
Jika berdagang ini lebih baik bagi hamba, agama dan akhirat hamba, maka
mudahkanlah dan mohon diberkahi, yaa Arhamarrahimiin…
Saat
pulang dari masjid menuju rumah, kalkulasi dan feeling bisnisnya mulai tumbuh.
Dalam hatinya berkata : 75 ribu rupiah, dibagi 25 kg sama dengan 3 ribu rupaih
perkilogramnya. Agar aku tahu harganya di tingkat eceran, aku harus mengecek
berapa harga tomat di warung dekat rumahku. Setelah ditanya, pemilik warung itu
menjelaskan harganya 6 ribu rupiah perkilogramnya. Mendengar jawaban si pemilik
warung itu, ia berkata dalam hatinya : Kalau satu boks tomat yang aku beli tadi
malam habis terjual semuanya hari ini, wah… aku bisa dapat keuntungan 100 %
dong? Dibeli 3 ribu rupiah dan dijual 6 ribu rupiah perkilonya. Kalau saja aku
berjualan 6 hari sepekan berarti sebulan 24 hari. Kalau sehari aku dapat
keuntungan 75 ribu rupiah, berarti dalam sebulan aku bisa dapat keuntungan satu
juta delapan ratus ribu rupiah. Artinya, dalam sebulan aku mendapat keuntungan
2.400 %. Subhanallah…
Begitulah
hitung-hitungan bisnis mulai tumbuh dan berkembang dalam benak anak muda itu.
Agar tidak buang-buang waktu, ia segera mengambil sepeda bututnya untuk
dijadikan kendraan kelilingnya di daerah tempat tinggalnya sambil membawa satu
boks tomat segar dagangannya.
Dengan
mengucap basmalah dan penuh tawakkal pada Allah, ia mendayungkan sepedanya
sambil berteriak : Tomat segaaarr… ibu-ibu tak perlu jauh-jauh ke warung
membelinya… kualitas barangnya terjamin…. Harganya bersaing…. Hampir setiap
ibu-ibu mendengar suara aneh itu membuka pintunya dan membeli tomatnya, ada
yang seperempat kilo, ada yang setengah kilo dan bahkan ada yang dua kilo.
Di
antara para pembeli tomatnya ada seorang ibu yang kaget terheran-heran sambil
berkata : Eh? Kamukan anak si Fulan? Bukannya kamu lulus menjadi kariawan
perusahaan ternama itu? Kok sekarang malah menjadi pedagang tomat asongan? Kasiaan
deh kamu? Anak muda itu tak menjawab pertanyaan ibu itu. Ia hanya tersenyum
saja. Dalam hatinya berkata, yang penting aku dapat uang, dari kerja kek, dari
dagang keliling kek, yang penting halal dan cukup buat kebutuhan hidupku dan
orang tuaku..
Tak
terasa anak muda itu berhasil menjual semua barang dagangannya hanya dalam
tempo tiga jam saja. Hatinya gembira tak terkira. Artinya, sekitar jam 09.00
pagi dagangannya sudah habis terjual dan ia mendapat keuntungan 75 ribu rupiah,
artinya untungnya seratus persen. Semangat bisnisnya semakin meningkat.
Tawakkalnya pada Allah semakin besar.
Begitulah
kegiatan anak muda itu setiap hari, setiap pekan dan setiap bulan. Uangnya tak
terasa semakin banyak. Bahkan usahanya sudah merambah ke berbagai jenis
buah-buahan dan sayur-sayuran. Hanya dalam tiga tahun, ia sudah bisa membeli
tiga mobil niaga yang digunakan mengirim dagangannya ke berbagai warung dan
super market karena ia sudah menjadi supplier handal.
Bersamaan
dengan pertumbuhan bisnisnya, tawakkalanya pada Allah semakin tebal.
Keyakinannya pada Rasul Saw. semakin besar, sambil berkata dalam hatinya :Sungguh benar Engkau wahai Rasulullah
tercinta, bahwa pintu rezki yang lapang itu ada pada perdagangan, bukan pada
kerja dan jadi kariawan.
Sambil
meneteskan air mata syukur, ia berkata :Yaa Robb… sekiranya aku dulu punya “email”, aku
diterima jadi clearning cervices di perusahaan besar itu. Paling gajiku standar
UMR, alias satu koma dua juta. Itupun setelah beberpa tahun bekerja.
Sekarang, omset bisnisku sehari hampir 10 kali
lipat gajiku sebulan… Yaa Allah…Ini adalah cobaan terbesar dalam hidupku apakah
aku jadi hamba-Mu yang bersyukur atau kufur. Karena itu, jadikanlah aku
hamba-Mu yang bersyukur dan masukkanlah aku ke dalam hamba-hamba-Mu yang
saleh.. Aamiiina yaa Robbal ‘alamin…