Shalawat Dzatiyyah
Shalawât adz-Dzâtiyyah
Orang yang
mengetahui bahasa Arab akan mengetahui betapa dalamnya shalawat ini. Allahumma shalli `alaa ‘dz-dzaat al-muthalsam
wa ‘l-ghayb al-muthamthami laahuuti’l-jamaal. Di sini diekspresikan bahwa tiada seorang atau
apapun yang lebih indah daripada Nabi (s), beliaulah keindahan dari alam
semesta ini dan beliaulah keindahan Surga dan di sini Allah mengirimkan doa dan
pujian-Nya pada Dzat yang tiada seorang pun yang mengetahuinya karena ia
tersembunyi dan kalian tidak bisa menembus hakikatnya tanpa mengetahui
kode-kode rahasia yang diperlukan untuk membukanya. Misalnya, jika kalian mempunyai berlian yang
masih kasar, masih berupa batu besar, kalian hancurkan batu itu sampai
mendapatkan batu mulianya. Kalian dapat
memotong dan membentuknya dengan indah.
Setelah itu kalian harus menggosoknya agar mengkilap. Dia lalu menyebutkan Dzaat al-Muthalsam, Dzat
yang tertutup yang tak seorang pun dapat membukanya, dan al-Ghayb al-Muthamtham, alam
gaib yang tak seorang pun dapat mencapai atau membicarakannya. Lalu disebutkan al-Laahuut al-Jamaal. “Laahuut” artinya apa yang terkandung di
dalam bumi dan “Naasuut” adalah
sambungan/penghubung dari bumi ke langit, pemunculan Kebenaran, yaitu Sayyidina
Muhammad (s), di mana Allah menyandangkan beliau dengan sandangan Keadilan,
Keindahan dan … dari manusia.
Insan
al-azal fiii maa nasyiri maa lam yazal, “manusia yang hidup sejak
masa azali hingga abadi, yang akan membuka rahasia nama-nama Surgawi dan
Atributnya." Fii qaalbi naasuut al- wishaal
al-aqrab. Dia membuka hanya kepada orang-orang yang
mencapai koneksi antara kehidupan duniawi dengan kehidupan surgawi, Dia membuka
kepada mereka ketika mereka bergerak menuju ke langit. Yaa Allah shalli bihi. Shalli
bihi berbeda dengan shalli `alayh.
Itu artinya bershalawat melalui dia. Shalli bihi minhu. Bershalawat dari dia dan kepadanya; dari Nabi
(s) kepada Nabi (s) dan di dalam dirinya, wa sallim, dan memberi salam
perdamaian kepadanya. Amin.
Shalawât adz-Dzâtiyyah
(Dibaca 1 kali setiap hari)
Shalawât Dzâtiyyah
menggunakan bahasa Arab yang tidak umum.
Sayyidina Muhyiddin ibn `Arabi (k) menyusunnya dan ia mengandung begitu
banyak makna yang dalam dan tersembunyi.
Shalawat ini ditemukan di Masjid Universitas al-Azhar di Mesir dan juga
terdapat di dalam kitab Dalâil al-Khayrât
yang lama. Satu kali pembacaan
shalawat ini akan membawa kalian pada berkah yang tak terhingga, seolah-olah
kalian membaca Dalâil al-Khayrât sepanjang
hari, setiap hari dan kalian akan memperoleh 70.000 pahala dan keberkahan.
Allâhumma shalli `ala ‘dz-dzât
al-muthalsam wa ‘l-ghayb al-muthamtham lâhût al-jamâl nâsût al-wishâl thal`ati
‘l-haqq kanzi `ayni ‘l-insân al-azali fî nasyrî man lam yazal fî qâba
nâsût al-wishâl al-aqrab. Allâhumma
shalli bihi minhu fîhi `alayhi wa sallim.
Di sini Allah (I) mengirimkan shalawat dan salam-Nya pada Dzat Nabi (e) yang
tidak diketahui oleh seorang pun karena ia tersembunyi dan orang tidak bisa
menembus realitasnya tanpa mengetahui kode rahasia yang diperlukan untuk
membuka dan mendekodenya.
adz-dzâti ‘l-Muthalsam adalah Dzat yang terlindungi, yang tak seorang pun dapat
membukanya, dan Al-Ghaybi ‘l-Muthamtham adalah alam gaib
yang tak seorang pun dapat mencapai atau membicarakannya. Lâhût
al-Jamâl artinya tak ada satu pun yang melebihi keindahan Nabi (e); beliau
adalah Keindahan bagi alam semesta ini dan Keindahan bagi Surga. Lâhût artinya
apa yang terkandung di dalam bumi dan Nâsût
adalah sambungan/penghubung dari bumi ke langit, Thal`ati ‘l-Haqq, pemunculan Sang Kebenaran, yaitu
Sayyidina Muhammad (e), di mana Allah (I) menyandangkan beliau dengan busana Keadilan dan Keindahan. Insân
al-azal fî nasyrî man lam yazal, “Ia adalah manusia yang hidup sejak masa
azali hingga abadi, yang akan membuka rahasia Asmâul Husna wal Sifat."
Fî qâba nâsût al-wishâl al-aqrab, “Ia hanya membuka kepada orang-orang yang mencapai hubungan antara
kehidupan duniawi dengan kehidupan surgawi, ia membukakan kepada mereka ketika
mereka bergerak menuju ke (level) surgawi.
Shalli bihi (berbeda dengan shalli
`alayh), artinya “bershalawat melalui Nabi (e)”, minhu,
“darinya dan kepadanya” atau “dari Nabi (e) kepada Nabi (e)” dan fihi, “di dalam dirinya”, `alayhi, “kepadanya.”